Mencari Keautentikan, Peran influencer dalam keputusan pembelian konsumen memang tak dapat disangkal. Namun, konsumen tak sekadar melihat jumlah pengikut mereka, tetapi keautentikan dan engagement yang diusungnya.
Media sosial telah mengubah perilaku konsumen secara signifikan. Konsumen kini lebih bergantung pada rekomendasi dari influencer yang mereka percayai daripada iklan konvensional. Hal ini pun juga terjadi di industri kecantikan.
Para influencer di industri kecantikan semakin memainkan peran krusial dalam memengaruhi keputusan pembelian konsumen. Kehadiran mereka di platform media sosial, seperti Instagram, YouTube, dan TikTok telah menciptakan fenomena baru, di mana para pengikutnya memperlakukan rekomendasi produk mereka seperti ajaran dari seorang pemimpin kultus.
Layaknya sebuah cult, para pengikut setia beauty influencer rela mengikuti apa pun yang mereka beli dan pakai, sering kali tanpa mempertanyakan kualitas atau kecocokan produk tersebut untuk diri mereka sendiri. Influencer yang memiliki daya tarik kuat dan kepercayaan tinggi dari pengikutnya mampu menjadikan produk yang mereka rekomendasikan sebagai barang yang wajib dimiliki. Hal ini menciptakan gelombang permintaan yang besar dalam waktu singkat, seringkali membuat produk tertentu habis terjual hanya dalam hitungan menit setelah diulas oleh influencer tersebut.
Fenomena ini dapat dilakukan oleh merek melalui strategi influencer marketing. Dalam hal ini, influencer dapat mempromosikan produk merek melalui ulasan, tutorial, ataupun konten kreatif lainnya yang tidak terkesan seperti hard selling untuk menarik perhatian konsumen. Hal ini pun akan menciptakan hubungan yang lebih personal dan autentik antara merek dan konsumen, dibandingkan dengan iklan tradisional.
Dampak influencer terhadap industri kecantikan di era ini sangatlah besar. Tidak hanya membantu meningkatkan penjualan produk, para influencer ini juga sering kali membentuk tren kecantikan baru dan mengedukasi konsumen tentang penggunaan produk yang tepat. Mereka berperan dalam meningkatkan brand awareness, memperluas jangkauan pasar, dan membangun komunitas yang loyal. Dalam banyak kasus, kolaborasi dengan influencer bahkan bisa menentukan kesuksesan atau kegagalan sebuah produk di pasar.
Pada tahun 2020, Alessia Vettese, lulusan MBA dari Harvard Business School, melakukan survei yang mendalam mengenai perilaku perempuan dalam mencari informasi dan membeli produk kecantikan. Hasil survei ini mengungkapkan betapa signifikan peran influencer marketing dalam industri kecantikan dan bagaimana perempuan memanfaatkan berbagai sumber informasi sebelum memutuskan pembelian.
Ketika ditanya di mana mereka mencari informasi tentang produk kecantikan sebelum membelinya, hampir 67% responden menyebutkan influencer media sosial sebagai sumber utama mereka. Lalu, diikuti oleh ulasan produk dari pihak ketiga sebesar 59% dan profesional kecantikan sebesar 55%. Iklan perusahaan hanya mendapatkan 44%, sementara tokoh publik dan selebritas hanya mendapatkan 34%.
Dalam mengevaluasi produk kecantikan, perempuan dalam survei ini menyatakan bahwa mereka paling percaya pada ulasan produk dari pihak ketiga, sementara iklan perusahaan dianggap paling tidak dapat dipercaya. Meskipun demikian, influencer marketing tetap menjadi faktor yang paling mempengaruhi keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun konsumen mencari ulasan yang objektif, mereka tetap sangat dipengaruhi oleh rekomendasi dari influencer yang mereka ikuti.
Temuan dari survei ini memiliki implikasi penting bagi strategi pemasaran dalam industri kecantikan. Dengan pengaruh besar influencer di media sosial, merek kecantikan perlu mempertimbangkan untuk meningkatkan investasi mereka dalam influencer marketing. Bekerja sama dengan influencer yang memiliki kredibilitas dan basis pengikut yang kuat dapat membantu merek memperkuat kehadiran mereka di media sosial dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk mereka.
Namun, perlu diketahui bahwa semakin banyak pengikut, tidak menjamin influencer tersebut memiliki basis pengikut yang kuat. Laporan dari Upfluence, 2024 yang berfokus pada industri kecantikan memberikan gambaran yang menarik mengenai pemasaran melalui influencer di sektor ini. Menurut laporan tersebut, micro-influencers di industri kecantikan memiliki tingkat keterlibatan rata-rata sebesar 2,7%. Regular influencers memiliki tingkat keterlibatan sebesar 1,7%, rising influencers di 2%, mid-size influencers di 1,6%, macro influencers di 1,8%, dan mega influencers di 1,5%.
Laporan ini menunjukkan bahwa influencer dengan jumlah pengikut yang lebih besar cenderung memiliki tingkat keterlibatan yang lebih rendah. Sementara, micro-influencers memiliki tingkat keterlibatan yang relatif tinggi, yang dapat menjadi indikasi bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih dekat dan lebih autentik dengan audiens mereka dibandingkan dengan influencer yang lebih besar.Sebaliknya, mega influencers, meskipun memiliki jangkauan yang sangat luas, menunjukkan tingkat keterlibatan yang lebih rendah, yang kemungkinan disebabkan oleh sifat hubungan yang lebih umum dan kurang personal dengan pengikut mereka.
Influencer marketing di industri kecantikan harus mempertimbangkan faktor- faktor ini dengan cermat. Merek- merek kecantikan mungkin perlu mengidentifikasi dan bekerja sama dengan berbagai tingkatan influencer untuk mencapai keseimbangan antara jangkauan yang luas dan keterlibatan yang efektif. Strategi yang tepat bisa melibatkan kombinasi dari berbagai jenis influencer, dari nano, micro hingga mega, untuk memaksimalkan dampak kampanye pemasaran mereka di media sosial.
Emina, sebagai salah satu merek kecantikan yang sedang berkembang, telah membuktikan bahwa efektivitas penggunaan influencer tidak semata-mata ditentukan oleh jumlah pengikut. Merek ini menunjukkan bahwa bekerja sama dengan nano-influencer bukan hanya efektif, tetapi juga lebih autentik dan dapat membangun keterlibatan yang kuat dengan audiens mereka.
Queena Zelina, Deputy Head of Emina Cosmetics, menyampaikan bahwa Emina secara strategis memanfaatkan nano-influencer untuk membangun kesadaran akan merek serta mempertahankan hubungan jangka panjang. “Kami membangun hubungan personal dengan para influencer ini, bahkan membentuk komunitas Emina Girl Gang Ambassador yang terdiri dari para pengguna setia produk. Komunitas ini juga menjadi duta merek yang memengaruhi teman-teman mereka,” kata Queena.
Kunci keberhasilan strategi influencer marketing Emina terletak pada keaslian dan keterbukaan. Mereka tidak hanya fokus pada jumlah pengikut influencer, tetapi lebih mengutamakan kesesuaian nilai-nilai merek dengan para influencer yang dipilih. “Pemilihan influencer tidak hanya didasarkan pada jumlah pengikut, tetapi juga pada kesesuaian audiens, nilai-nilai merek, dan tujuan kampanye,” tambah Queena.
Emina menunjukkan bahwa strategi yang mengutamakan keaslian, keterbukaan, dan hubungan personal dapat menghasilkan dampak yang lebih besar daripada sekadar mengejar jumlah pengikut. Dengan pendekatan ini, Emina berhasil membuktikan bahwa ukuran atau jumlah pengikut bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan kesuksesan dalam strategi penggunaan influencer.
Strategi Emina yang berfokus pada nano-influencer memperlihatkan bagaimana merek ini mampu membangun hubungan yang lebih erat dan personal dengan audiens mereka. Hal ini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan merek tetapi juga menciptakan komunitas yang loyal dan aktif mempromosikan produk-produk Emina secara lebih alami dan terpercaya.